Analisis Laporan Keuangan: Penilaian Kesehatan Bank


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Penilaian Kesehatan Bank sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Analisis Laporan Keuangan.
            Harapannya semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.
            Sekian dari penulis mohon maaf apabila makalah yang dibuat masih belum sesuai dengan apa yang dimaksud.

                                                                                                            Bitung,   25 November 2018


                                                                                                                        Salam Penulis,



















DAFTAR ISI












BAB I PENDAHULUAN

 

1.1 LATAR BELAKANG

Semakin maju suatu bank ditentukan dengan seberapa sehat bank tersebut. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisiyang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat
Dengan pesatnya perkembangan perbankan di Indonesia yang antara lain ditandai dengan banyaknya bank-bank yang bermunculan, maka sangat diperlukan suatupengawasan terhadap bank-bank tersebut. Dalam hal ini Bank Indonesia sebagai bank sentral memerlukan suatu kontrol terhadap bank-bank untuk mengetahui bagaimana keadaan keuangan serta kegiatan usaha masing-masing bank. Oleh karena itu secara berkala Bank Indonesia mengadakan suatu standar pengawasan dengan melakukan penilaian terhadap tingkat kesehatan suatu bank berdasarkan informasi antara lain dari laporan-laporan seperti neraca beserta rekening administratif, daftar rincian surat berharga yang dimiliki dan diterbitkan, daftar rincian kredit yang diberikan, daftar rincian penyertaan, daftar rincian laba/rugi dan lain-lain yang secara rutin harus dilaporkan kepada Bank Indonesia.
1.      Apa pengertian tingkat kesehatan bank!
2.      Bagaimana penilaian kesehatan bank!
3.      Bagaimana sanksi yang berlakukan?
4.      Bagaimana menentukan peringkat?
5.      Bagaimana tingkat kesehatan bank umum?
6.      Bagaimana tingkat keshatan BPR?
7.     Bagaimana Kebijakan Bagi Bank-Bank yang Mengalami Kesulitan ?
8.     Apa saja Faktor yang Mengugurkan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank!






1.      Untuk mengetahui pengertian tingkat kesehatan bank
2.      Memahami penilaian kesehatan bank!
3.      Mengetahui sanksi yang berlaku
4.      Mengetahui cara menentukan peringkat
5.      Mengetahui tingkat kesehatan bank umum
6.      Mengetahui tingkat keshatan BPR
7.     Mengetahui Kebijakan Bagi Bank-Bank yang Mengalami Kesulitan
8.     Mengetahu Faktor yang Mengugurkan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank





















BAB II PEMBAHASAN


Kesehatan tidak hanya berlaku untuk makhluk hidup. Bank juga harus memiliki kesehatan dalam menjalankan lembaganya. Hal ini bertujuan agar Lembaga keuangan lebih khususnya Bank dapat dipercaya oleh para nasabah. Tidak hanya itu, Bank juga harus memenuhi aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Seperti Budi santoso dan Triandaru (2006:51) mengartikan kesehatan bank sebagai “kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Pengertian Kesehatan Bank Menurut Kasmir (2008:41) “Tingkat kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.”
Sedangkan, Menurut Hermawan Darmawi (2011) Kesehatan Bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, manajemen, masyarakat pengguna jasa bank dan pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan perbankan, karena kegagalan dalam industri perbankan akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor faktor sebagai berikut:
a.       Permodalan (Capital)
b.       Kualitas Aset (Asset Quality)
c.       Manajemen (Management)
d.       Rentabilitas (Earnings)
e.       Likuiditas (Liquidity)
f.        Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Risk Market)
Pentingnya tingkat kesehatan bank guna mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Bank yang memiliki kualitas yang sehat tentunya mampu menjamin dana dari nasabah, menjalankan kewajiban berdasarkan ketentuan yang ada serta mampu menjalankan aktivitas dengan lancar.





Menurut Hermawan Darmawi (2011) hasil penilaian kondisi bank dapat digunakan sebagai sarana untuk menetapkan strategi usaha di masa mendatang oleh bank, sedangkan bagi Bank Indonesia dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan dan implementasi pengawasan perbankan.
a.      Penilaian Modal (Capital)
Kuncoro dan Suhardjono (2011) berpendapat bahwa faktor permodalan adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam memenuhi kecukupan permodalan dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang berpengaruh terhadap besarnya permodalan.
Menurut Jumingan (2006:243) Penilaian faktor permodalan digunakan untuk mengetahui kecukupan modal bank dalam mendukung kegiatan operasional bank. Rasio yang digunakan untuk menilai Faktor Permodalan adalah Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).

Penilaian kuantitatif faktor permodalan dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
b.      Kemampuan modal inti dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku (writeoff)
c.       Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat likuidasi
d.      Trend/pertumbuhan KPMM
e.       Kemampuan internal bank untuk menambah modal
f.        Intensitas fungsi keagenan bank Syariah
g.      Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah
h.      Deviden Pay Out Ratio
i.        Akses kepada sumber permodalan (eksternal support)
j.        Kinerja keuangan pemegang saham (PS) untuk meningkatkan permodalan bank (Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id).

Adapun rumus dari Rasio Capital Adequacy Ratio:

KPMM =  × 100%

Keterangan :
KPMM            = Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
CAR                = Capital Adequacy Ratio
ATMR             = Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
Tujuan rasio KPMM adalah untuk mengukur kecukupan modal bank dalam menyerap kerugian dan pemenuhan ketentuan KPMM yang berlaku. Hal ini berdasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id.
Bank wajib memelihara rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR). KPMM dihitung dengan membagikan Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Modal dalam perhitungan CAR bagi bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti terdiri atas modal disetor, modal sumbangan, cadangan cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak. Modal pelengkap terdiri dari cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, modal pinjaman dan pinjaman subordinasi. ATMR dihitung dengan mengalikan nilai nominal dalam pos-pos aktiva dengan presentase bobot tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia diakses dari http://www.bi.go.id).
Tabel 1. Kriteria Penilaian Peringkat KPMM
Peringkat 1
KPMM ≥ 12%
Peringkat 2
9% ≤ KPMM < 12%
Peringkat 3
8% ≤ KPMM < 9%
Peringkat 4
6% < KPMM < 8%
Peringkat 5
KPMM ≤ 6%
Sumber : SE Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007



Kualitas Aset menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono (2002) menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan risiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan tingkat kolektibilitasnya, yaitu apakah Lancar, Kurang Lancar, Diragukan atau Macet.
Menurut Veithzal Rifai dan Arviyan Arifin (2010) Penilaian Kualitas Aktiva Produktif adalah menilai jenis aset yang dimiliki oleh bank.
Menurut Jumingan (2006:243) Penilaian faktor kualitas aset digunakan untuk mengukur efisiensi manajemen dalam menggunakan aset yang dimiliki bank. Rasio yang digunakan untuk menilai Faktor Kualitas Aset adalah Rasio Non Performing Financing (NPF). Penilaian kualitas aktiva produktif dikemukakan oleh Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin (2010) adalah menilai jenis-jenis aktiva suatu bank agar sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia, sehingga kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanam pada suatu investasi atau pembiayaan dapat diketahui.

Penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor kualitas aset dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Kualitas aktiva produktif bank
b.      Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti
c.       Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti
d.      Kemampuan bank dalam menangani/mengembalikan aset yang telah dihapus buku
e.       Besarnya Pembiayaan non performing
f.        Tingkat Kecukupan Agunan
g.      Proyeksi/Perkembangan kualitas aset produktif
h.      Perkembangan/trend aktiva produktif bermasalah yang direstrukturisasi (Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id)

Adapun rumus dari Rasio Return On Asset adalah:

NPF =  × 100%
Keterangan:
NPF     = Non Performing Financing Pembiayaan
KL       = Pembiayaan Kurang Lancar Pembiayaan
D         = Pembiayaan Diragukan Pembiayaan
M         = Pembiayaan Macet
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id, tujuan dari rasio NPF adalah untuk mengukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi oleh bank. Semakin tinggi rasio NPF, menunjukkan kualitas Pembiayaan bank syariah semakin buruk.
Tabel 2. Kriteria Penilaian Peringkat NPF.
Peringkat 1
NPF < 2%
Peringkat 2
2% ≤ NPF < 5%
Peringkat 3
5% ≤ NPF < 8%
Peringkat 4
8% ≤ NPF < 12%
Peringkat 5
NPF ≥ 12%
Sumber : SE Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007

Analisa Rentabilitas menurut Teguh Pudjo Muljono (1999) adalah suatu cara yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen sebuah bank dalam meningkatkan rentabilitas/keuntungannya.
Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat ukur untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank (Lukman Dendawijaya, 2003:119-120).
Faktor Rentabilitas adalah Rasio Return On Asset (ROA). Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Net operating margin (NOM)
b.      Return on assets (ROA)
c.       Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO)
d.      Rasio Aktiva Yang Dapat Menghasilkan Pendapatan
e.       Diversifikasi pendapatan
f.        Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO)
g.      Net structural operating margin
h.      Return on equity (ROE)
i.        Komposisi penempatan dana pada surat berharga/pasar keuangan
j.        Disparitas imbal jasa tertinggi dengan terendah
k.      Pelaksanaan fungsi edukasi,
l.        Pelaksanaan fungsi sosial
m.    Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return/bagi hasil yang diberikan oleh bank syariah
n.      Rasio bagi hasil dana investasi 
o.      Penyaluran dana yang diwrite-off dibandingkan dengan biaya operasional (Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id).


Adapun rumus dari Rasio Return On Asset adalah:
ROA=  × 100%
Keterangan :
ROA = Return On Asset
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id, tujuan dari rasio ROA adalah untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio ROA, menunjukkan semakin buruk manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Peringkat ROA
Peringkat 1
ROA > 1,5%
Peringkat 2
1,25% < ROA ≤ 1,5%
Peringkat 3
0,5% < ROA ≤ 1,25%
Peringkat 4
0% < ROA ≤ 0,5%
Peringkat 5
ROA ≤ 0%
Sumber : SE Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007


Likuiditas bank menurut Zainul Arifin (2006) adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban jangka pendek. Dalam penilaian likuiditas yang baik dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat sehingga membuat calon nasabah menyimpan dananya ke bank karena yakin bahwa bank mampu mampu menjamin dananya apabila suatu waktu dapat  menarik kembali dananya.
Menurut Siswanto Sutojo dalam Amir Machmud dan Rukmana (2010) bank harus mempunyai cukup dana atau sumber dana likuid untuk membayar giro, deposito dan tabungan yang akan ditarik kembali oleh nasabah. Bank yang tidak mampu dengan cepat membayar giro, deposito dan tabungan milik para nasabah, bank tersebut akan menurunkan reputasi bisnis bank tersebut dan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat untuk menggunakan bank tersebut, maka setiap bank harus menjaga likuiditas keuangan mereka dengan cermat.
Menurut Dendawijaya (2005) Loan to Deposit Ratio (LDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Jika bank dapat menyalurkan seluruh dana yang dihimpun memang akan menguntungkan, namun hal ini terkait resiko apabila sewaktu-waktu pemilik dana menarik dananya atau pemakai dana tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjamnya. Sebaliknya, apabila bank tidak menyalurkan dananya maka bank juga akan terkena resiko karena hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan, batas minimum pinjaman yang diberikan bank adalah 80% dan maksimum 110%. 


LDR berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain :
a.       Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
b.      Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
c.       Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
d.      Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
Selain itu terdapat juga faktor likuiditas rasio Financing to Deposits Ratio (FDR). Ratio ini digunakan untuk menghitung FDR khusus bank Syariah.
Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka pendek
b.      Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve dalam memenuhi kewajiban jangka pendek
c.       Ketergantungan kepada dana deposan inti
d.      Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga
e.       Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi mistmach
f.         Ketergantungan pada dana antar bank (Surat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS tahun 2007 diakses dari http://www.bi.go.id).


Adapun rumus dari Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Financing to Deposits Ratio (FDR).  adalah:

LDR=  × 100%
FDR=  × 100%


Keterangan :
LDR    = Loan to Deposit Ratio
Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar bank). Dana Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar bank).
FDR    = Financing to Deposits Ratio
Karena tidak ada kredit dalam perbankan syariah, maka rasio Loan to Deposits Ratio (LDR) pada bank syariah disebut Financing to Deposits Ratio (FDR)
Perlu diketahui bahwa, baik LDR maupun FDR adalah satu. Artinya ratio LDR sama dengan FDR. Hanya saja, FDR digunakan untuk bank Syariah

Tabel 4. Kriteria Penilaian Peringkat LDR atau FDR
Peringkat 1
50%< LDR ≤ 75%
Peringkat 2
75%< LDR ≤ 85%
Peringkat 3
85%< LDR ≤ 100% atau LDR ≤ 50%
Peringkat 4
100%< LDR ≤ 75%
Peringkat 5
LDR > 120%
Sumber : SE Bank Indonesia No.6/23/DPNP tahun 2004*


Penilaian kesehatan bank ini mulai dilakukan oleh Bank Indonesia sejak Mei 2004. Seperti kita ketahui dalam melepaskan kreditnya, perbankan harus memperhatikan dua unsur, yaitu  tingkat perolehan laba yang harus dicapai dan besarnya risiko yang akan  dihadapi. Pertimbangan risiko yang harus diperhitungkan berkaitan erat dengan sensitivitas perbankan. Sensitifitas terhadap risiko ini penting agar tujuan memperoleh laba dapat tercapai dan pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin. Risiko yang dihadapi terdiri dari risiko lingkungan, risiko manajemen, risiko penyerahan, dan risiko keuangan.
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1.      Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga.
2.      Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar.
3.      Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.       
Seperti yang tercantum dalam  Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank BAB III Pasal 16 9/1/PBI/2007. Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Paragraf 19 dan Paragraf 27, Paragraf 29, dan Paragraf 30 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 berupa:
a.       teguran tertulis;
b.       pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan atau
c.       pencantuman pengurus dan atau pemegang saham bank dalam daftar orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan pengurus bank.


Untuk penetapan peringkat setiap komponen dilakukan perhitungan dan analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan atau pembanding yang relevan dengan mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap komponen yang dinilai. Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating) sebagai berikut:
a.       Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.
b.      Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c.       Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif;
d.      Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e.       Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
·    Tujuan :
a)      Sarana untuk menetapkan strategi usaha di masa akan datang.
b)      Sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank.
·      Hal-hal yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank umum :
a)      Pelanggaran batas maksimum pemberian kredit.
b)      Pelanggaran ketentuan posisi devisa netto.
c)      Pelanggaran ketentuan know your customer.
d)      Pelanggaran transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
Hasil Penilaian tingkat kesehatan bank umum :
PK 1    : Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi
              perekonomian dan industri.
PK 2    :  Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian
               dan industri keuangan namun masih memiliki kelamahan minor yang dapat segera
               diatasi oleh tindakan rutin.
PK 3    : Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat
              menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila bank tidak segera
              melakukan tindakan korektif.
PK 4    : Bank tergolong kurang baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi
              perekonomian dan industri keuangan.
PK 5    : Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif
              perekonomian serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya

·         Tujuan :
a)      Sebagai tolak ukur, apakah pengelolaan bank sesuai dengan asas perbankan yang sehat dan ketentuan yang berlaku .
b)      Sebagai tolak ukur arah pembinaan dan pengembangan bank.
·         Hal-hal yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank perkreditan rakyat :
a)      Pelanggaran batas maksimum pemberian kredit.
b)      Pelanggaran ketentuan know your customer.
c)      Pelanggaran transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah.





·         Hasil Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat :
NILAI KREDIT
PREDIKAT
81 – 100
66 - < 81
51 - < 66
0 - < 51
SEHAT
CUKUP SEHAT
KURANG SEHAT
TIDAK SEHAT





a)      Mengganti dewan komisaris & atau direksi.
b)      Menambah modal.
c)      Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban kepada bank atau pihak lain.
d)      Menghapus kredit/ pembiayaan yang macet.
e)      Merger atau konsolidasi.
f)       Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban.
g)      Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank pada pihak lain.
a)      Perselisihan intern.
b)      Campur tangan pihak luar bank.
c)      Window dressing.
d)      Praktek bank dalam bank.
e)      Kesulitan yang mengakibatkan pengunduran dalam kliring.
f)       Praktek yang membahayakan usaha bank.


Hermawan Darmawi (2011) Kesehatan Bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, manajemen, masyarakat pengguna jasa bank dan pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan perbankan, karena kegagalan dalam industri perbankan akan berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.
Bank Indonesia dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan dan implementasi pengawasan perbankan. Terdapat 5 penilaian kesehatan Bank, yaitu: Penilaian Modal, Kualitas Aktiva, Rentabilitas, Likuiditas dan Resiko Pasar dan Manajemen.
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank BAB III Pasal 16 9/1/PBI/2007. Bank yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Paragraf 19 dan Paragraf 27, Paragraf 29, dan Paragraf 30 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998









·         https://eprints.uny.ac.id/7911/ diakses pada 25 November 2018




Post a Comment

0 Comments